A. PENGERTIAN
Dengue
adalah penyakit virus didaerah tropis yang ditularkan oleh nyamuk dan
ditandai dengan demam, nyeri kepala, nyeri pada tungkai, dan ruam
(Brooker, 2001). Demam dengue/dengue fever adalah penyakit yang
terutama pada anak, remaja, atau orang dewasa, dengan tanda-tanda klinis
demam, nyeri otot, atau sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa
ruam (rash) dan limfadenophati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat,
nyeri pada pergerakkan bola mata, rasa menyecap yang terganggu,
trombositopenia ringan, dan bintik-bintik perdarahan (ptekie) spontan
(Noer, dkk, 1999).
Demam berdarah
dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
(arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti (Suriadi & Yuliani, 2001).
B. ETIOLOGI
Virus dengue tergolong dalam
famili/suku/grup flaviviridae dan dikenal ada 4 serotipe. Dengue 1 dan 2
ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke-II, sedangkan
dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953 –
1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif
terhadap inaktivasi oleh dietileter dan natrium dioksikolat, stabil
pada suhu 70 0C. Dengue merupakan serotipe yang paling banyak beredar.
C. PATOFISIOLOGI
Virus
dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan
kemudian bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks
virus-antibody, dalam asirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen
(Suriadi & Yuliani, 2001).
Virus
dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama
kali menyebabkan demam dengue. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa
terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan
tampak, bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus
dengue yang berlainan. Dan DHF dapat terjadi bila seseorang setelah
terinfeksi pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya.
Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi,
sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen-antibodi (kompleks
virus-antibodi) yang tinggi (Noer, dkk, 1999).
D. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran
klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa
inkubasi anatara 13 – 15 hari, tetapi rata-rata 5 – 8 hari. Gejala
klinik timbul secara mendadak berupa suhu tinggi, nyeri pada otot dan
tulang, mual, kadang-kadang muntah dan batuk ringan. Sakit kepala dapat
menyeluruh atau berpusat pada daerah supra orbital dan retroorbital.
Nyeri di bagian otot terutama dirasakan bila otot perut ditekan. Sekitar
mata mungkin ditemukan pembengkakan, lakrimasi, fotofobia, otot-otot
sekitar mata terasa pegal. Eksantem yang klasik ditemukan dalam 2 fase,
mula-mula pada awal demam (6 – 12 jam sebelum suhu naik pertama kali),
terlihat jelas di muka dan dada yang berlangsung selama beberapa jam
dan biasanya tidak diperhatikan oleh pasien.
Ruam
berikutnya mulai antara hari 3 – 6, mula – mula berbentuk makula besar
yang kemudian bersatu mencuat kembali, serta kemudian timbul
bercak-bercak petekia. Pada dasarnya hal ini terlihat pada lengan dan
kaki, kemudian menjalar ke seluruh tubuh. Pada saat suhu turun ke
normal, ruam ini berkurang dan cepat menghilang, bekas-bekasnya kadang
terasa gatal. Nadi pasien mula-mula cepat dan menjadi normal atau lebih
lambat pada hari ke-4 dan ke-5.
Bradikardi
dapat menetap untuk beberapa hari dalam masa penyembuhan. Gejala
perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekia, purpura,
ekimosis, hematemesis, epistaksis. Juga kadang terjadi syok yang
biasanya dijumpai pada saat demam telah menurun antara hari ke-3 dan
ke-7 dengan tanda : anak menjadi makin lemah, ujung jari, telinga,
hidung teraba dingin dan lembab, denyut nadi terasa cepat, kecil dan
tekanan darah menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang.
E. KLASIFIKASI
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
a.
Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan
spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan
hemokonsentrasi.
b. Derajat
II : Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan
spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan
gusi.
c. Derajat III :
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan
cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit (120 mmHg), tekanan darah
menurun, (120/80 , 120/100 , 120/110, 90/70, 80/70, 80/0, 0/0)
d.
Derajat IV : Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur
(denyut 140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit
tampak biru.
F. PATHWAY DEMAM BERDARAH DHF
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :
a. Tirah baring atau istirahat baring.
b. Diet makan lunak.
c.
Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh
manis, sirup dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan
merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF.
d. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang paling sering digunakan.
e.
Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi,
pernafasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
f. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
g. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.
h. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
i. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
j.
Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum,
perubahan tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang
memburuk.
k. Bila timbul
kejang dapat diberikan Diazepam. Pada kasus dengan renjatan pasien
dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai
pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan
plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20 – 30 ml/kg BB.
l.
Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit
dipertahankan 12 – 48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan
telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar,
tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10
ml/kg BB/jam. Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan
gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada
penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan
abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.
Pada
DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter dalam 24
jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua.
Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila :
a. Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi.
b. Hematokrit yang cenderung mengikat.
H. PENCEGAHAN
Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut :
a.
Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah
dengan melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya
kasus DHF.
b. Memutuskan
lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat sangat
rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia sembuh secara
spontan.
c. Mengusahakan
pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di sekolah, rumah
sakit termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
d. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan tinggi.
Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain :
a.
Menggunakan insektisida. Yang lazim digunakan dalam program
pemberantasan demam berdarah dengue adalah malathion untuk membunuh
nyamuk dewasa dan temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida).
Cara penggunaan malathion ialah dengan pengasapan atau pengabutan. Cara
penggunaan temephos (abate) ialah dengan pasir abate ke dalam
sarang-sarang nyamuk aedes yaitu bejana tempat penampungan air bersih,
dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram abate SG 1 % per 10 liter
air.
b. Tanpa insektisida Caranya adalah :
1.
Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1
x seminggu (perkembangan telur nyamuk lamanya 7–10 hari).
2. Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.
3. Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.
I. MANAJEMEN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
DHF merupakan penyakit daerah tropis yang sering menyebabkan kematian anak, remaja dan dewasa (Effendy, 1995).
2. Keluhan Utama
Pasien mengeluh panas, sakit kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu makan menurun.
3. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat
kesehatan menunjukkan adanya sakit kepala, nyeri otot, pegal seluruh
tubuh, sakit pada waktu menelan, lemah, panas, mual, dan nafsu makan
menurun.
4. Riwayat penyakit terdahulu
Tidak ada penyakit yang diderita secara specific.
5. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat
adanya penyakit DHF pada anggota keluarga yang lain sangat menentukan,
karena penyakit DHF adalah penyakit yang bisa ditularkan melalui
gigitan nyamuk aides aigepty.
6. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Biasanya
lingkungan kurang bersih, banyak genangan air bersih seperti kaleng
bekas, ban bekas, tempat air minum burung yang jarang diganti airnya,
bak mandi jarang dibersihkan.
7. Riwayat Tumbuh Kembang
8. Pengkajian Per Sistem
1.
Sistem Pernapasan yaitu Sesak, perdarahan melalui hidung,
pernapasan dangkal, epistaksis, pergerakan dada simetris, perkusi sonor,
pada auskultasi terdengar ronchi, krakles.
2.
Sistem Persyarafan yaitu Pada grade III pasien gelisah dan
terjadi penurunan kesadaran serta pada grade IV dapat trjadi DSS
3.
Sistem Cardiovaskuler yaitu Pada grde I dapat terjadi
hemokonsentrasi, uji tourniquet positif, trombositipeni, pada grade III
dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi cepat, lemah, hipotensi,
cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari-jari, pada grade IV nadi tidak
teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
4.
Sistem Pencernaan yaitu Selaput mukosa kering, kesulitan menelan,
nyeri tekan pada epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran hati, abdomen
teregang, penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat menelan,
dapat hematemesis, melena.
5.
Sistem perkemihan yaitu Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30
cc/jam, akan mengungkapkan nyeri sat kencing, kencing berwarna merah.
6.
Sistem Integumen. Yaitu Terjadi peningkatan suhu tubuh, kulit
kering, pada grade I terdapat positif pada uji tourniquet, terjadi
pethike, pada grade III dapat terjadi perdarahan spontan pada kulit.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermie berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
2. Resiko defisit cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
3.
Resiko syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
4.
Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual
dan nafsu makan yang menurun.
5. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-faktor pembekuan darah (trombositopeni).
6. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi anak.
7.
Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit, prognosis, efek
prosedur, dan perawatan anggota keluarga yang sakit berhubungan dengan
kurang terpajan/mengingat informasi
C. Rencana Asuhan Keperawatan.
DP 1 : Hipertermie berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
Tujuan : Suhu tubuh normal
Kriteria : Suhu tubuh antara 36 – 37, Nyeri otot hilang
Intervensi :
1. Kaji suhu tubuh pasien
Rasional : mengetahui peningkatan suhu tubuh, memudahkan intervensi
2. Beri kompres air hangat
Rasional
: mengurangi panas dengan pemindahan panas secara konduksi. Air hangat
mengontrol pemindahan panas secara perlahan tanpa menyebabkan
hipotermi atau menggigil.
3. Berikan/anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari (sesuai toleransi)
Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.
4. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.
5. Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali atau sesuai indikasi
Rasional
: Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan
cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk
mengetahui keadaan umum pasien.
6. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai program.
Rasional
: Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang
tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan panas tubuh pasien.
DP 2 : Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi defisit voume cairan
Kriteria
: Input dan output seimbang, Vital sign dalam batas
normal, Tidak ada tanda presyok, Akral hangat, Capilarry refill
<>
Intervensi :
1. Awasi vital sign tiap 3 jam/sesuai indikasi
Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler
2. Observasi capillary Refill
Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer
3. Observasi intake dan output. Catat warna urine / konsentrasi, BJ
Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ diduga dehidrasi.
4. Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari ( sesuai toleransi )
Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh peroral
5. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah terjadinya hipovolemic syok.
DP
3 : Resiko Syok hipovolemik berhubungan dengan
perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke
ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria : Tanda Vital dalam batas normal
Intervensi :
1) Monitor keadaan umum pasien
Rasional
: Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama saat terdi
perdarahan. Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok /syok.
2) Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk memastikan tidak terjadi presyok / syok.
3) Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika terjadi perdarahan
Rasional
: Dengan melibatkan psien dan keluarga maka tanda-tanda perdarahan
dapat segera diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat segera
diberikan.
4) Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh secara hebat.
5) Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombosit
Rasional
: Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami
pasien dan untuk acuan melakukan tindakan lebih lanjut.
DP
4 : Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak
adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi, Menunjukkan berat badan yang seimbang.
Intervensi :
1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi
2. Observasi dan catat masukan makanan pasien
Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi makanan
3. Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan)
Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.
4. Berikan makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara waktu makan
Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan juga mencegah distensi gaster.
5. Berikan dan Bantu oral hygiene.
Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan masukan peroral
6. Hindari makanan yang merangsang dan mengandung gas.
Rasional : Menurunkan distensi dan iritasi gaster.
DP 5 : Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor faktor pembekuan darah (trombositopeni)
Tujuan : Tidak terjadi perdarahan
Kriteria
: TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler, pulsasi kuat,
Tidak ada tanda perdarahan lebih lanjut, trombosit meningkat.
Intervensi :
1. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis.
Rasional
: Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah
yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda klinis seperti
epistaksis, ptike.
2. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat ( bedrest )
Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.
3.
Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga untuk melaporkan
jika ada tanda perdarahan seperti : hematemesis, melena, epistaksis.
Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk penaganan dini bila terjadi perdarahan.
4.
Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak,
pelihara kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai
ambil darah.
Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut.
5. Kolaborasi, monitor trombosit setiap hari
Rasional
: Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat diketahui tingkat
kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang dialami
pasien.
DP 6 : Kecemasan orangtua berhubungan dengan kondisi anak.
Tujuan : ansietas berkurang/terkontrol.
Kriteria
: klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara
fisik, tidak ada manifestasi perilaku akibat kecemasan.
Intervensi :
1. Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.
Rasional : memudahkan intervensi.
2. Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi ansietas di masa lalu.
Rasional : mempertahankan mekanisme koping adaftif, meningkatkan kemampuan mengontrol ansietas.
3. Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan.
Rasional : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk mengeksternalisasikan kecemasan yang dirasakan.
4.
Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat
ini, harapan-harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani.
Rasional : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi kecemasan.
5. Berikan penguatan yang positif untuk meneruskan aktivitas sehari-hari meskipun dalam keadaan cemas.
Rasional
: menciptakan rasa percaya dalam diri pasien bahwa dirinya mampu
mengatasi masalahnya dan memberi keyakinan pada diri sendri yang
dibuktikan dengan pengakuan orang lain atas kemampuannya.
6. Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.
Rasional : menciptakan perasaan yang tenang dan nyaman.
7. Sediakan informasi factual (nyata dan benar) kepada pasien dan keluarga menyangkut diagnosis, perawatan dan prognosis.
Rasional : meningkatkan pengetahuan, mengurangi kecemasan.
8. Kolaborasi pemberian obat anti ansietas.
Rasional : mengurangi ansietas sesuai kebutuhan.
D. Evaluasi
1. Suhu tubuh normal
2. Tidak terjadi devisit voume cairan
3. Tidak terjadi syok hipovolemik
4. Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
5. Tidak terjadi perdarahan
6. Ansietas berkurang/terkontrol
7. orang tua memahami tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
KESIMPULAN
Dengue
adalah penyakit virus didaerah tropis yang ditularkan oleh nyamuk dan
ditandai dengan demam, nyeri kepala, nyeri pada tungkai, dan ruam
(Brooker, 2001).
Demam berdarah
dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
(arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti (Suriadi & Yuliani, 2001).
Pesan Dan Saran
- Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya kasus DHF.
- Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia sembuh secara spontan.
- Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di sekolah, rumah sakit termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
- Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan
- Prinsip 3 M
· Menguras bak mandi,
tempayan dan tempat penampungan air minimal 1 x seminggu (perkembangan
telur nyamuk lamanya 7 – 10 hari).
· Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.
· Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.
.
Diperlukan tindakan yang bersifat preventif melalui pemakaian kasa dan
menghindari kebiasaan mengantung pakaian yang biasanya dijadikan
sebagai tempat peristirahatan nyamuk.
(http://www.nurseid.web.id)
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Aziz Alimul A. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak jilid.2. Salemba Medika : Jakarta
Nasrul, Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta
Noer, Sjaifoellah dkk. 1998. Standar Perawatan Pasien. Monica Ester : Jakarta.