Selasa, 27 Desember 2011

Asuhan Keperawatan Tuberculosis


ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU

I. Konsep Dasar Penyakit

A. Pengertian

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 µm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah.


B. Epidemiologi/Insiden kasus

Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang sangat epidemik karena kuman mikrobakterium tuberkulosa telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Program penanggulangan secara terpadu baru dilakukan pada tahun 1995 melalui strategi DOTS (directly observed treatment shortcourse chemoterapy), meskipun sejak tahun 1993 telah dicanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis. Kegelisahan global ini didasarkan pada fakta bahwa pada sebagian besar negara di dunia, penyakit tuberkulosis tidak terkendali, hal ini disebabkan banyak penderita yang tidak berhasil disembuhkan, terutama penderita menular (BTA positif).
Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar sembilan juta penderita dengan kematian tiga juta orang (WHO, 1997). Di negara-negara berkembang kematian karena penyakit ini merupakan 25 % dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95 % penyakit tuberkulosis berada di negara berkembang, 75 % adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun). Tuberkulosis juga telah menyebabkan kematian lebih banyak terhadap wanita dibandingkan dengan kasus kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas.
Di Indonesia pada tahun yang sama, hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit infeksi saluran pernapasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. WHO memperkirakan setiap tahun menjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis dengan kematian sekitar 140.000. Secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru tuberkulosis dengan BTA positif.

C. Penyebab/faktor predisposisi

Penyebabnya adalah kuman microorganisme yaitu basil mycobacterium tuberculosis tipe humanus dengan ukuran panjang 1 – 4 um dan tebal 1,3 – 0,6 um, termasuk golongan bakteri aerob gram positif serta tahan asam atau basil tahan asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik karena sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid).
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil mikrobakterium tersebut masuk ke dalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar ke kelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). Keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.

D. Patologi/Patofisiologi terjadinya tuberculosis paru

Tuberculosis tergolong airbone disease dimana penularan terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droflet nuklei dalam udara oleh individu yang terinfeksi dalam fase aktif. Setiapkali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droflet nuclei. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1 – 2 jam. Di bawah sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam suasana yang gelap dan lembab kuman dapat bertahan sampai berhari – hari bahkan berbulan, bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang yang sehat akan menempel pada alveoli kemudian partikel ini akan berkembang bisa sampai puncak apeks paru sebelah kanan atau kiri dan dapat pula keduanya dengan melewati pembuluh limfe, basil berpindah kebagian paru – paru yang lain atau jaringan tubuh yang lain.
Setelah itu infeksi akan menyebar melalui sirkulasi, yang pertama terangsang adalah limfokinase, yaitu akan dibentuk lebih banyak untuk merangsang macrofage, berkurang tidaknya jumlah kuman tergantung pada jumlah macrofage. Karena fungsinya adalah membunuh kuman / basil apabila proses ini berhasil & macrofage lebih banyak maka klien akan sembuh dan daya tahan tubuhnya akan meningkat.
Tetapi apabila kekebalan tubuhnya menurun maka kuman tadi akan bersarang didalam jaringan paru-paru dengan membentuk tuberkel (biji – biji kecil sebesar kepala jarum). Dua faktor penentu keberhasilan pemaparan Tuberkulosis pada individu baru yakni konsentrasi droplet nuclei dalam udara dan panjang waktu individu bernapas dalam udara yang terkontaminasi tersebut di samping daya tahan tubuh yang bersangkutan.
Tuberkel lama kelamaan akan bertambah besar dan bergabung menjadi satu dan lama-lama timbul perkejuan ditempat tersebut. Apabila jaringan yang nekrosis dikeluarkan saat penderita batuk yang menyebabkan pembuluh darah pecah, maka klien akan batuk darah (hemaptoe). Di samping penularan melalui saluran pernapasan (paling sering), M. tuberculosis juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit (lebih jarang).

E. Klasifikasi

Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi. Klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut:

1. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
a) Dengan atau tanpa gejala klinik
b) BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
c) Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.

2. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
a) Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif
b) BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.

3. Bekas TB Paru dengan kriteria:
a) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negative
b) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
c) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak berubah.
d) Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).

F. Gejala klinis

Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimptomatik.

Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.

b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.

c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.

d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.

2. Gejala sistemik, meliputi:
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya. Sedangkan masa bebas serangan makin pendek.

b. Gejala sistemik lain
Keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.

Gejala klinis Haemoptoe:
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Batuk darah
a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
b. Darah berbuih bercampur udara
c. Darah segar berwarna merah muda
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia kadang-kadang terjadi
f. Benzidin test negatif

2. Muntah darah
a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b. Darah bercampur sisa makanan
c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung

d. Darah bersifat asam
e. Anemia seriang terjadi
f. Benzidin test positif

3. Epistaksis
a. Darah menetes dari hidung
b. Batuk pelan kadang keluar
c. Darah berwarna merah segar
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia jarang terjadi

G. Theraphy/Tindakan penanganan

Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
1. Jangka pendek.
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3 bulan.
* Streptomisin injeksi 750 mg.
* Pas 10 mg.
* Ethambutol 1000 mg.
* Isoniazid 400 mg.

2. Jangka panjang
Tata cara pengobatan : setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis :
* INH.
* Rifampicin.
* Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9 bulan.

3. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :
* Rifampicin.
* Isoniazid (INH).
* Ethambutol.
* Pyridoxin (B6).

Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.

Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.


II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian

Data subjektif :
Identitas pasien :
Nama : Tuan X
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 20 tahun
Agama : Hindu
Status : Kawin
Pendidikan/pekerjaan : SMA/buruh pabrik
Alamat : Jl. Pengeng
Diagnosa medis : Tuberculosis paru
Rujukan : Keluarga
Keluhan utama pasien: Pasien mengeluh batuk terus-menerus sudah lebih dari 1 bulan, batuk berdahak, nyeri dada, serta kelelahan.
Riwayat penyakit dahulu :
• Penyakit utama dan pernah dirawat dirumah sakit
Tidak pernah dirawat dirumah sakit
• Alergi
Pasien tidak pernah mengalami alergi obat.
Riwayat penyakit keluarga
Ada keluarga yang menderita TB paru dan ada keluarga yang memiliki kebiasaan merokok
Riwayat psikososial
• Pekerjaan
Bekerja di daerah penambangan logam berat
• Lokasi geografi
Daerah yang berpolusi tinggi dan kumuh.

• Lingkungan tempat tinggal
Di tempat tinggal pasien ada keluarga yang menderita TB
• Kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan rokok.
• Latihan
Pasien mengatakan sering batuk pada saat beraktivitas.

B. Pemeriksaan Fisik

Data objektif :
Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelelahan umum dan kelemahan
Napas pendek karena kerja
Tanda : Takikardi (108 x/mnt)
Kelelahan otot, nyeri, dan sesak (tahap lanjut)

Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang (skala 6)
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit
Perilaku distraksi, gelisah

Pernapasan
Gejala : Batuk, produktif
Napas pendek (32 x/mnt)
Riwayat terpajan pada individu terinfeksi
Tanda : Peningkatan frekuensi pernapasan (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleura).
Pengembangan pernapasan tak simetris (effusi pleural).
Perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural/penebalan pleural), bunyi napas menurun/tak ada secara bilateral atau unilateral (effusi pleural/pneumotorak). Krekels tercatat di atas apek paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekels postussic).
Karakteristik sputum hijau purulen.

Inspeksi
- Wajah pucat
- Tampak terangkat kedua bahunya
- Nafas tidak teratur, cepat (32 x/mnt)
- Batuk berdahak
- Malaise
Palpasi
- Nyeri dada (skala 6)
- Denyut nadi meningkat (108 x/mnt)
Aukskultasi
- Detak jantung meningkat
- Suara krekels, mengii
Perkusi
- Suara pekak pada dada

Pemeriksaan TTV
Nadi : 108 x/mnt
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Pernapasan : 32 x/mnt
Suhu : 40° Celcius

C. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang

Uji Tuberculin mantoux (tes kulit)
Tuberculin positif, menunjukkan TBC aktif (area durasi 10 mm) terjadi 48 – 72 jam setelah injeksi intra dermal. (Antigen menunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti body tetapi tidak secara berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda).

BCG
Terjadi reaksi cepat (3-7 hari) berupa kemerahan dan indurasi > 5 mm.

Pemeriksaan Radiology
Ditemukan infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau para trakeal. Karakteristik radiology yang menunjang diagnostik antara lain :
a. Bayangan lesi radiology yang terletak di lapangan atas paru.
b. Bayangan yang berawan (patchy) atau berbercak (noduler)
c. Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru
d. Bayang yang menetap atau relatif menetap setelah beberapa minggu
e. Bayangan milier

Foto thorax
Dapat menunjukan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan menunjukan TB dapat masuk rongga area fibrosa.

Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum)
Setelah dilakukan kultur jaringan ditemukan adanya koloni matur akan berwarna krem atau kekuningan seperti kutil dan bentuknya seperti kembang kol. Ditemukannya kuman mycobakterium TBC dari dahak penderita memastikan diagnosis tuberculosis paru. Dilakukan 3 kali pemeriksaan dahak. Kultur sputum, positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.



Pemeriksaan lain-lain
1. Ziehl Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif untuk basil asam cepat.
2. Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urine dan cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium tuberkulosis.
3. Biopsi jarum pada jaringan paru, positif untuk granula TB ; adanya sel raksasa menunjukan nekrosis.
4. Elektrosit dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ; ex. Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas. GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
5. Pemeriksaan fungsi pada paru, penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim / fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luas).

B. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul

1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri akut.


C. Rencana Tindakan

No. Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Tindakan/intervensi Rasional
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekret kental.
Setelah diberikan askep selama 3x24 jam bersihan jalan napas pasien kembali efektif. - Sekret pasien dpt keluar
- Tidak adanya penggunaan otot aksesori pernapasan Mandiri: Kaji fungsi pernapasan, cth. Bunyi napas, kecepatan, irama & kedalaman serta penggunaan otot aksesori.
- Catat kemampuan utk mengeluarkan mukosa/batuk efektif (catat karakter, jmlh sputum, adanya hemoptisis).
- Berikan pasien posisi semi/fowler tinggi. Bantu pasien utk batuk & latihan napas dalam.
- Bersihkan sekret dari mulut & trakea (penghisapan sesuai keperluan).
- Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.
- Kolaborasi: Lembabkan udara/oksigen inspirasi.
- Beri obat-obatan sesuai indikasi:
  Agen mukolitik, cth. Asetilsistein (Mucomyst).
  Bronkodilator, cth. Okstrifillin (Choledyl), teofillin (Theo-Dur).

  Kortikosteroid (Prednison).

Bersiap utk/membantu intubasi darurat.
Penurunan bunyi napas dpt menunjukkan atelektasis. Ronki, mengi menunjukkan akumulasi sekret/ketidakmampuan utk membersihkan jalan napas yg dpt menimbulkan penggunaan otot aksesori pernapasan dan peningkatan kerja pernapasan.
Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal (mis. Efek infeksi dan/tdk adekuat hidrasi). Sputum berdarah kental/darah cerah diakibatkan kerusakan (kavitas paru)/luka bronkial & dpt memerlukan evaluasi/intervensi lanjut.
Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru & menurunkan upaya pernapasan. Ventilasi maksimal membuka area atelektasis & meningkatkan gerakan sekret ke dlm jalan napas besar utk dikeluarkan.
Mencegah obstruksi/aspirasi. Penghisapan dpt diperlukan jika pasien tak mampu mengeluarkan sekret.
Pemasukan tinggi cairan membantu utk mengencerkan sekret, membuatnya mudah dikeluarkan.
Mencegah pengeringan membran mukosa (membantu pengenceran sekret).
Agen mukolitik meurunkan kekentalan & perlengketan sekret paru utk memudahkan pembersihan.
Bronkodilator meningkatkan ukuran lumen percabangan trakeobronkial shg menurunkan tahanan thd aliran udara.
Berguna pd adanya keterlibatan luas dg hipoksemia & bila respon inflamasi mengancam hidup.
Intubasi diperlukan pd kasus jarang bronkogenik TB dg edema laring/perdarahan paru akut.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler Setelah dilakukan askep selama 1x15 menit pertukaran gas efektif - Frekuensi napas pasien menurun (16-24 x/mnt).
- Tidak terjadi sianosis
- Pasien tidak merasa lemas Mandiri: Kaji dispnea, takipnea, tak normal/menurunnya bunyi napas,  

   peningkatan upaya pernapasan, terbatasnya ekspansi dinding dada & kelemahan.
- Evaluasi perubahan pd tingkat kesadaran. Catat sianosis &/perubahan pd warna kulit, termasuk membran mukosa & kuku.
- Tujukan/dorong bernapas bibir selama ekshalasi, khususnya utk pasien dg fibrosis/kerusakan parenkim.
- Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas & bantu aktivitas perawatan diri sesuai keperluan.
- Kolaborasi: Awasi seri GDA/nadi oksimetri.
- Berikan oksigen tambahan yg sesuai. TB paru menyebabkan efek luas pd paru dr bagian kecil bronkopenumonia sampai inflamasi difus luas, nekrosis, effusi pleural & fibrosis luas. Efek pernapasan dpt dr ringan sampai dispnea berat sampai distres pernapasan. Akumulasi sekret/pengaruh jalan napas dpt mengganggu oksigenasi organ vital & jaringan.

Membuat tahanan melawan udara luar, utk mencegah kolaps/penyempitan jalan napas, shg membantu menyebarkan udara mll paru & menghilangkan/ menurunkan napas pendek.
Menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan selama periode penurunan pernapasan dpt menurunkan beratnya gejala.

Penurunan kandungan oksigen (PaO2) &/saturasi/ peningkatan PaCO2 menunjukkan kebutuhan utk intervensi/perubahan program terapi.
Alat dlm memperbaiki hipoksemia yg dpt terjadi sekunder thd penurunan ventilasi/menurunnya permukaan alveolar paru.
3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri akut.
Setelah dilakukan askep selama 1x24 jam nyeri pasien berkurang - Saat batuk nyeri pasien berkurang
- Skala nyeri pasien menurun dari 6 menjadi 3. Mandiri: Bantu pasien melakukan teknik relaksasi.
Kolaborasi: Pemberian analgesik. Dpt membantu pasien agar batuk tidak menyebabkan nyeri/mengurangi nyeri saat batuk mengeluarkan dahak.
Menekan rasa nyeri pasien.

D. Evaluasi
No. Diagnosa Evaluasi
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental. S : Pasien mengatakan dapat mengeluarkan dahaknya.
O : Tanda-tanda penggunaan otot aksesori pernapasan berkurang.
A : Tujuan tercapai sebagian.
P : Lanjutkan intervensi
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler. S : Pasien mengatakan lemas
O : Pasien tampak pucat, frekuensi napas menurun dari 32 x/mnt menjadi 30 x/mnt
A : Tujuan belum tercapai
P : Lanjutkan intervensi
3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri akut. S : Pasien tidak mengeluh nyeri lagi saat batuk.
O : Pasien tampak tidak meringis saat batuk.
A : Tujuan tercapai.
P : Pertahankan kondisi.


DAFTAR PUSTAKA

Doenges. E. Marylin. 1992.Nursing Care Plan. EGC. Jakarta.
Pearce. C. Evelyn. 1990.Anatomi dan Fisiologi untuk paramedis. Jakarta.
Price, Sylvia Anderson. Edisi 6 : 2006. Patofisiologi, EGC. Jakarta.
Nanda, Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2005-2006

www.zimbio.com